Jalan Daendels adalah jalan yang diambil dari nama pembuatnya yakni Herman Willem Daendels.
Ia adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 36 yang memerintah pada
tahun 1808 hingga 1811, dikirim ke Hindia Belanda pada tahun 1907 atas
saran Kaisar Napoleon Bonaparte karena pada saat itu Belanda dalam
kekuasaan Prancis.
Daendels melakukan perjalanan menuju Hindia Belanda melalui pulau
Kenari. Pada tanggal 5 Januari 1808 ia sampai di Batavia dan menjabat
sebagai Gubernur Jenderal menggantikan Albertus Henricus Wiese (1804 –
1808).
Tugas utama Daendels adalah melindungi pulau Jawa sebagai satu –
satunya daerah koloni Belanda – Perancis yang belum jatuh ke tangan
Inggris. Meski beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan
utara laut Jawa hingga mendekati Batavia.
Dengan berbagai pertimbangan keadaan, Daendels pun sadar bahwa
kekuatan Perancis – Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi
kekuatan Inggris. Ia pun segera mengambil berbagai tindakan. Tentara
Belanda diperbanyak dengan orang – orang pribumi. Daendels juga
mendirikan rumah sakit – rumah sakit dan tangsi – tangsi militer baru.
Pabrik Senjata ia dirikan di Surabaya sedangkan pabrik meriam didirikan
di Semarang. Sekolah militer pun didirikan di Batavia. Kastil di Batavia
dihancurkan dan diganti dengan pertahanan Benteng di Maester Cornelis
(Jatinegara). Daendels mendirikan pula Benteng Lodewijk di Surabaya.
Selain bangunan – bangunan tersebut, Daendels juga membuat Jalan Raya
Pos (Postwegen) yang selain berfungsi untuk memperlancar pengiriman
berbagai barang, sangat bermanfaat pula bagi kemiliteran yakni
mempercepat gerak tentaranya. Jalan Raya Pos inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Jalan Daendels.
Sikap Daendels yang keras terhadap Raja – raja di Jawa
untuk mengakui Raja Belanda sebagai junjungan dan meminta
perlindungannya membuat mereka dendam kepadanya. Ia mengubah jabatan
para pejabat Belanda yang ada di kraton Solo dan Yogyakarta yang awalnya
residen menjadi minister sehingga posisi mereka tidak lagi sebagai
pejabat Belanda melainkan sebagai wakil Raja Belanda dan wakilnya di
Kraton Jawa. Peraturan terhadap Raja – raja Jawa yang telah ditetapkan
di masa VOC pun tidak lagi berlaku. Minister sejajar dengan Raja,
memakai payung seperti Raja, tidak lagi duduk di lantai, membuka topi
atau mempersembahkan sirih sebagai kehormatan terhadap Raja serta wajib
disambut Raja dengan berdiri ketika mereka datang di kraton. Minister
juga tidak perlu turun dari kereta jika di tengah jalan bertemu dengan
Raja, cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan kereta
Raja.
Meski ketentuan ini diterima oleh Pakubuwana IV di Surakarta, namun
Sultan Hamengku Buwana II tidak. Daendels terpaksa menggunakan tekanan
agar Sultan Yogyakarta bersedia melaksanakannya meski dalam hati tidak
terima. Maka ketika orang – orang Inggris datang, mereka bersama dengan
para Raja mengkhianati Belanda.
Pembuatan Jalan Raya Pos (Postwegen) / Jalan Daendels
Banyak sejarawan berpendapat bahwa Jalan Raya Pos (Postwegen) atau
yang kini disebut dengan Jalan Daendels dibuat oleh Daendels dari Anyer
hingga Panarukan. Pada kenyataannya jalan dari Anyer hingga Banten telah
ada ketika Daendels tiba di Jawa. Menurut Plakaatboek van Nederlandsch
Indie jilid 14, jalan yang dibuat oleh Daendels dimulai dari Buitenzorg
menuju Cisarua kemudian diteruskan hingga Sumedang pada bulan Mei 1808,
sumber lain berpendapat bahwa jalan Daendels ini dibangun mulai dari
Meester Cornelis (Jatinegara) selanjutnya ke selatan (Buitenzorg). Dalam
peta Raffles terbitan London tahun 1817 (peta ini lebih tua daripada
peta – peta Belanda) dapat diketahui bahwa Jalan Raya yang dibuat
Daendles dimulai dari Banten. Kondisi alam yang sulit berupa batuan
pegunungan Cadas di Sumedang mengakibatkan pekerjaan tersebut berhenti.
Para pekerja menolak melanjutkan pekerjaan yang sangat berat itu.
Keadaan ini membuat Pangeran Korel turun tangan dan menghadap Daendels.
Ia meminta pengertian dan pemahaman Daendels atas keberatan para pekerja
tersebut. Daendels pun memerintahkan Brigadir Jenderal von Lutzow yang
menjabat sebagai komandan pasukan Zeni untuk segera mengambil tindakan.
Dengan tembakan artileri bukit cadas berhasil diratakan. Pembuatan jalan
berhasil diteruskan hingga Karangsambung. Dimulai dari Karangsambung,
pembuatan jalan dilakukan dengan system kerja upah. Para Bupati Pribumi
diperintahkan menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu dan masing –
masing akan mendapatkan upah perhari sebesar 10 sen per orang ditambah
dengan beras serta jatah garam setiap minggunya.
Pada bulan Juni 1808 setibanya di Karangsambung, Daendels menyediakan
dana 30000 (tiga puluh ribu) Gulden untuk membayar tenaga kerja. Dana
tersebut habis di luar dugaannya. Sehingga tidak ada lagi dana untuk
pembiayaan pembuatan jalan tersebut.
Pada pertengahan Juli 1808, Daendels berkunjung ke Semarang. Ia
mengundang semua bupati di sepanjang pantai utara Jawa. Dalam pertemuan
itu ia menyampaikan bahwa pembuatan jalan itu harus diteruskan demi
kesejahteraan rakyat. Para bupati diperintahkan untuk menyediakan tenaga
kerja dengan konsekwensi membebaskan mereka dari kewajiban bekerja
untuk bupati dan fokus pada pembuatan jalan. Para bupati juga diharuskan
menyediakan kebutuhan pangan bagi para pekerja tersebut. Pekerjaan ini
diawasi secara serius oleh para prefect yang merupakan kepala daerah
pengganti Residen VOC. Setelah kesepakatan tercapai, pembuatan jalan
diteruskan dari Karangsambung hingga Cirebon.
Pada bulan Agustus 1808, pembuatan Jalan Raya Pos telah sampai di
Pekalongan. Sementara itu, jalan Pekalongan hingga Surabaya telah ada.
jalan tersebut telah dipakai pada tahun 1806 oleh Gubernur Pantai Timur
Laut Jawa Nicolaas Engelhard untuk membawa pasukan Madura dalam rangka
menumpas pemberontakan Bagus Rangin. Oleh karenanya Daendels hanya
melebarkan saja. Ia memerintahkan pembuatan jalan dari Surabaya hingga
Panarukan yang digunakan sebagai pelabuhan ekspor paling ujung di Jawa
Timur pada waktu itu.
Pejabat Belanda yang tidak menyukai Perancis dan tetap setia kepada
dinasti Oranje yang melarikan diri ke Inggris banyak yang tidak sepaham
dengan Daendels. Meski demikian mereka tidak bisa berbuat banyak, sebab
penentangan terhadap Daendels akan berakibat pemecatan dan penahanan.
Hal ini terjadi pada beberapa pejabat diantaranya; Prediger (Residen
Manado), Nicolaas Engelhard (Gubernur Pantai Timur Laut Jawa) dan
Nederburgh (bekas pimpinan Hooge Regeering). Mereka di pecat dan kembali
ke Eropa. Melalui informasi yang dikirim dari para pejabat lain yang
diam-diam menentang Daendels seperti; Peter Engelhard (Minister
Yogyakarta), F. Waterloo (Prefect Cirebon), dan F. Rothenbuhler
(Gubernur Ujung Timur Jawa), mereka menulis keburukan Daendels. Di dalam
tulisan itu disebutkan bahwa pembuatan Jalan Raya Pos dilakukan dengan
kerja paksa/rodi dan memakan banyak korban jiwa. Meski demikian tulisan
tersebut menuai kontroversi sebab mereka sendiri tidak berada di Jawa
ketika jalan tersebut dibuat. Kejanggalan ini dibuktikan dengan tulisan
yang menyebutkan bahwa pembangunan Jalan Raya Pos dimulai dari Anyer
hingga Panarukan, sementara Daendels memulai pembuatan jalan dari
Buitenzorg. Sangat disayangkan data yang paling banyak ditemukan adalah
arsip – arsip mereka yang disimpan di Belanda, sedangkan data – data
yang dilaporkan Daendels atau para pejabat yang setia kepadanya seperti
J.A. van Braam (Minister Surakarta) tidak ditemukan kecuali tersimpan di
Perancis. Hal itu dikarenakan Daendels melaporkan semua pelaksanaan
tugasnya kepada Napoleon setelah penghapusan Kerajaan Belanda pada tahun
1810. Sejarawan Indonesia yang mayoritas menggunakan data utama berupa
arsip Belanda pun terpaksa menjadi korban kesalahan dengan meyakini
pembuatan jalan tersebut dari Anyer hingga Panarukan melalui kerja rodi.
Selain itu manfaat dari jalan tersebut tidak pernah disebutkan
diantaranya adalah semakin banyaknya hasil produk kopi dari pedalaman
Priangan yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu dimana
sebelumnya kebanyakan membusuk di gudang – gudang kopi Sumedang,
Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Jarak antara Batavia dan Surabaya yang
sebelumnya ditempuh selama 40 hari pun cukup dengan 7 hari saja sehingga
sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang kemudian oleh Daendels
dikelola dalam dinas Pos.
Selama di Jawa, Daendels juga melakukan efisiensi birokrasi dan
mengurangi korupsi. Namun, ia sendiri kemudian dituduh melakukan korupsi
dan memperkaya diri. Atas pertimbangan Napoleon Bonaparte, dalam rangka
penyerbuan ke Rusia maka Daendels dipanggil pulang ke Perancis.
Kekuasaannya diserahkan kepada Jan Willem Janssens. Napoleon memerlukan
seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh kepada Daendels. Dalam
korps tentara kebanggaan Perancis (Grande Armee), ada kesatuan Legiun
Asing (Legion Estranger) yang terdiri atas kesatuan bantuan dari
raja-raja sekutu Perancis. Di antaranya adalah pasukan dari Duke of
Wurtemberg yang terdiri atas tiga divisi (kira-kira 30 ribu tentara).
Tentara Wurtemberg ini sangat terkenal sebagai pasukan yang berani,
pandai bertempur tetapi sulit dikontrol karena latar belakang mereka
sebagai tentara bayaran pada masa sebelum penaklukan oleh Perancis.
Napoleon mempercayakan kesatuan ini kepada Daendels dan dianugerahi
pangkat Kolonel Jenderal.
Setibanya di Paris dari Batavia, Daendels disambut sendiri oleh
Napoleon di istana Tuiliries dengan permadani merah. Di sana ia diberi
instruksi untuk memimpin kesatuan Wurtemberg dan terlibat dalam
penyerbuan ke Rusia pada tanggal 22 Juni 1812.
Setelah kekalahan Napoleon di Waterloo dan Belanda merdeka Kembali,
Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I tetapi ditolak. Ia
tidak terlalu suka terhadap mantan Patriot dan tokoh revolusioner ini.
Namun pada tahun 1815 Daendels ditawari pekerjaan menjadi Gubernur
Jenderal di Ghana. Ia meninggal dunia di sana akibat penyakit Malaria
pada tanggal 8 Mei 1818.
Jalan Daendels Selatan
Jalan Raya Selatan yang membentang dari Kebumen
hingga Brosot (Provinsi D.I Yogyakarta) juga dikenal masyarakat dengan
nama Jalan Daendels. Namun hingga kini banyak yang belum mengetahui
sejarah penamaan Jalan Daendels Selatan tersebut sehingga terjadi
kesalahan pemahaman dan anggapan bahwa Willem Daendels lah yang
membuatnya.
Pelurusan Sejarah Nama Jalan Daendels Selatan
Jalan raya di sepanjang pesisir pantai selatan pulau Jawa yang
membentang dari Brosot hingga Kebumen telah ada jauh sebelum adanya
jalan Daendels Utara. Jalan ini pada masa kerajaan lebih dikenal dengan
nama Urut Sewu yang diambil berdasar bentang alam di sepanjang jalan
tersebut karena terdiri dari banyaknya gugusan pegunungan pasir laut dan
pegunungan karst sehingga disebut Urut Sewu. Jalan ini merupakan jalan
kuno penghubung kerajaan – kerajaan di Pulau Jawa. Jalan ini dikenal
juga dengan nama jalan Dipanegara, didasarkan pada sejarah bahwa jalur
tersebut merupakan rute pertempuran dan pertahanan Pangeran Dipanegara yang memusatkan pertahanannya di wilayah Bagelen selatan yang dahulu dikenal dengan nama Panjer.
Pasca Perang Dipanegara, Bagelen dibagi menjadi empat afdeling yakni
Kebomen;nama baru dari Panjer, Ambal, Ledok, dan Koetoarjo. Afdeling
ambal memiliki wilayah di sepanjang pantai Selatan mulai dari muara
sungai Bagawanta sebagai batas wilayah antara Bagelen dan Mataram hingga
ke barat berbatasan dengan Cilacap (Jetis) sebagai batas wilayah antara
Bagelen dan Banyumas. Pada masa itu (1838) menjabat sebagai Adsistent
Resident di wilayah Ambal adalah A.D. Daendels, dan Regent Raden
Tumenggung Purbanegara. Dari A.D. Daendels inilah kemudian Jalan Raya
Utama penghubung antarkerajaan tersebut dinamakan Jalan Daendels.
Meski A.D. Daendels (1838) sebagai Adsistent Resident Ambal yang
kemudian diambil namanya sebagai nama jalan di pantai selatan tersebut
lebih muda kurun waktunya dibanding dengan Willem Daendels (1808) akan
tetapi jalan tersebut keberadaannya jauh lebih awal dibanding dengan
Jalan Daendels Utara.
Untuk membedakan jalur ini, maka pemerintah Kolonial memberi sebutan yang berbeda yakni Postwegen (Jalan Raya Post) untuk jalan Daendels di pantai utara, dan Belangrijke Wegen (Jalan Raya Utama) untuk jalan raya di pantai selatan, yang memang sejak jaman dahulu kala telah berfungsi sebagai jalan raya utama penghubung antar kerajaan di seluruh pulau Jawa. ( desa jagasima juga masuk wilayah ini by achmad chusanudin).
Oleh: Ananda. R
sumber : http://kebumen2013.com/jalan-daendels-utara-dan-selatan-serupa-tapi-tak-sama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar